Jumat, 04 Januari 2013

“Fikiran Negatif awal dari Keterpurukan”


Rabu, 2 Januari 2013

Sudah menjadi hal yang lumrah tentunya jika pada suatu kelompok masyarakat memiliki karakter yang berbeda. Karakteristik yang dimiliki perorangannya menjadi suatu ciri khas yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Misalnya saja, pada suatu kelompok tentunya terdapat pemimpin yang diiringi oleh para pengikutnya. Karakteristik seorang pemimpin tentunya sudah dapat ditebak, ia mempunyai sifat yang dominan diantara yang lainnya, memiliki jiwa kepemimpinan, selalu optimis dalam memperjuangkan sesuatu yang menjadi tujuannya, mempunyai pandangan positif ke arah masa depan, dan tentunya mempunyai kepiawaian atau keahlian mengorganisir susunan anggotanya. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan  dari sosok seorang pemimpin memiliki kharisma yang tinggi, walau tidak semuan pemimpin memilikinya. Namun lain halnya ketika kita membicarakan anggota yang dipimpin oleh sang pemimpin tersebut, berbagai macam karakter atau sifat dapat kita temukan, mulai dari yang selalu antusias dalam menjalani hidupnya sampai kepada karakter yang memang selalu pesimis dan seakan putus asa untuk menyambung kehidupannya.

Dalam dunia psikologi, pembagian tempramen manusia secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu tipe Ekstrovert dan Introvert. Tipe Ekstrovert menurut Jung (dalam Hall dan Lindzey) adalah kepribadian yang dipengeruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju keluar. Pikiran, perasaan serta tindakannya lebih banyak ditentukan oleh lingkungan. Orang-orang dengan tipe ekstrovert ini cenderung memiliki sifat periang, gembira dan senang berbicara, selalu optimis dalam bertindak dan berani mengambil resiko dari apa yang telah ia perbuat. Dari pejelasan berikut, sudah dapat disimpulkan bukan bahwa sosok seorang pemimpin yang apabila dilihat dari cara berfikir serta sifat yang dimilikinya, tentu masuk kedalam kategori tempramen manusia yang bersifat Ekstrovert. Sedangkan Introvert adalah kebalikan dari Ekstrovert, yaitu kepribadian yang memiliki orientasi ke dalam dan lebih dipengaruhi oleh dunia subjektif. Biasanya orang yang termasuk kedalam tipe introvert ini adalah orang-orang dengan sifat pendiam, suka menyendiri, termenung dan menghindari resiko. Sifat seperti inilah yang kerap kali dijumpai pada kebanyakan masyarakat, memang mereka dengan tipe seperti ini tidak menonjolkan keberadaannya, namun tidak sedikit dari lapisan masyarakat yang memiliki tipe Introvert ini, tidak menutup kemungkinan juga usia kalangan generasi muda.
Sungguh sangat disayangkan ketika generasi muda yang seharusnya membangun bangsa dengan semangat yang dimilikinya, namun pada realitanya mereka malah takut dan memilih diam hanya karena untuk mencari aman, tidak mau ambil resiko. Jika mereka terus menerus seperti ini, siapa yang akan meneruskan perjuangan leluhur kita? Siapa yang akan menjunjung tinggi negara indonesia kelak?!
Kejadian atau tragedi seperti diatas sering dilihat terutama pada kaum muda usia puber, yah tepatnya saat mereka menginjakan sekolah di bangku SMA, walau tidak menutup kemungkinan adik-adik mereka yang menginjakkan sekolahnya dibangku SMP juga tentu mengalami hal yang sama, namun itu masih dapat dimaklum karena mereka belum memiliki dasar pemikiran yang kuat dan tingkat kedewasaan yang masih cenderung masih rendah. Maraknya terjadi pemikiran negatif atau yang lebih sering dikenal akrab dengan sebutan Positif Thinking itu sebenarnya sangat berbahaya dan sangat mempengaruhi motivasi seseorang untuk menjadikan dirinya lebih berkualitas. Seseorang ketika hidupnya selalu dipenuhi dengan pemikiran negatif dalam benaknya tentu akan melahirkan ketakutan pada dirinya dan enggan untuk mengeksplor sesuatu yang baru (dikarenakan ketakutan), jika tidak mendapatkan pertolongan atau motivasi yang dapat mengubah paradigma semua ketakutan ini akan berujung pada keterpurukan dan penyesalanlah yang kelak akan menemani sisa hidupnya. Korban akan selalu merasa dirinya semakin bersalah kenapa dulu ia selalu merasa takut dan enggan untuk mencoba hal-hal yang baru, dan ujung dari kisah pilu ini akan berakhir di Depresi.
Penyebab utama pikiran negatif itu tidak lain adalah bermula dari kebiasaan orang tua yang menakut nakuti anaknya ketika kecil, memarahi anaknya ketika hendak mengeksplor sesuatu, dan mengekang anaknya dalam hal bergaul, broken home juga bisa menjadi salah satu awal mula seseorang memiliki fikiran negatif. Karena terbiasa dengan selalu dibumbui ketakutan akan orang tua nya baik itu ketakutan akan kemarahan orang tua atau karena asumsi buruk yang diberikan orang tua sehingga mengakibatkan enggan untuk mencari sesuatu yang baru karena alasan takut. Dalam pikirannya hanyalah tertuang rasa takut yang diiringi pikiran negatif, seperti pemikiran tetang reksiko dari sesuatu yang akan diperbuatnya yang terlalu besar, kadang kala pikiran negatifnya itu dibesar-besarkan sehingga menimbulkan rasa takut yang luar biasa dalam jiwanya. Jika dibiarkan terus menerus, akan berbahaya bagi mentalnya dan ia akan terpuruk oleh masa lalu, tidak sedikitpun berminat untuk menatap masa depan.
Adapun realita kehidupan yang dapat kita ambil sebagai contoh:
Seorang anak terlahir dari keluarga yang cukup berkecukupan bahkan bisa dikatakan kaya. Dia dibesarkan oleh didikan orang tuanya yang over protektif, sehingga ia selalu dilarang dan dimarahi ketika ia akan melakukan sesuatu, dengan alasan karena orang tuanya takut terjadi sesuatu terhadap anaknya. Disamping itu orang tuanya selalu menakut-nakuti anak tersebut dengan hal yang tidak diinginkah, sehingga dalam benak anak tersebut tertanam rasa takut. Mulanya mungkin hanya sedikit dan anak juga tidak begitu merespon akan hal yang dikatakan oleh orang tuanya, namun lambat laun orang tuanya selalu mengulangi hal itu, sehingga dalam benak anak semakin tertanam rasa takut, entah itu takut dimarahi entah takut pada hal yang telah disebutkan oleh orang tuanya. Akibat yang ditimbulkannya, anak tersebut enggan untuk mencoba bermain dengan anak-anak di lingkungan sekitar tempat tinggalnya karena alasan “takut”, bahkan ketika disekolahpun anak tersebut enggan untuk aktif dalam pembelajaran dengan alasan “takut salah”. Masih banyak lagi hal lainnya yang terjadi, misal dalam pengerjaan PR anak tersebut tidak bisa mengerjakannya secara mandiri karena dengan alasan yang sama yaitu “takut salah, dan takut dapet niali jelek terus dimarahi orang tua”.
Lihatlah, sedikit saja kesalahfahaman dalam mendidik anak diwaktu kecil, dapat menrusak masa depannya yang begitu cerah, walau terkadang hal itu dilakukan karena rasa sayang yang begitu besar kepada anak, namun sebagian besar anak menaggapinya dengan berbeda. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan pemahaman psikologi anak, pada saat mendidik anak, terutama mendidik anak usia “Golden Age”. Contoh diatas hanyalah sebagian kecil dari realita yang kian marak terjadi di sekitar kita, semoga dapat menyadarkan orang tua dalam mendidik anak, serta dapat mengubah paradigma anak sehingga hidup mereka tidak berakhir pada keterpurukan.
”Memarahi bukanlah cara tepat untuk mendidik anak, anak bukanlah tempat pelampiasan dan masa depan anak bukanlah lilin mainan yang ketika telah terbentuk dapat diubah kembali dengan mudah”.

[joy]

0 komentar:

Posting Komentar

 
;