Sabtu, 30 Agustus 2014
Salam hangat selamat berjumpa
kembali dengan saya, para pembaca yang budiman, semoga keselamatan dan
kebahagiaan selalu dilmpahkan kepada para pembaca yang budiman. Sekian lama
saya vacum dari dunia tulis-menulis dikarenakan ada beberapa faktor yang
mungkin diantaranya adalah kondisi dimana tempat saya tinggal yang tidak
memungkinkan untuk melakukan upload cerita, dan juga suasana yang kurang nyaman
untuk mendapatkan inspirasi yang tepat, hehe. Kendati demikian semoga dengan
adanya tulisan ini merupakan suatu pertanda dimana saya akan banyak menulis
lagi, mungkin sampai suatu saat nanti tulisan tidak dipisahkan dari hidup saya
(sedikit lebay), dan bukan hanya sekedar mengisi waktu luang saja atau karena
hasrat sesaat. Karena sejujurnya dalam benak saya telah tertanam pemikiran
bahwa tulisan itu adalah sebuah aset sebagai investasi bagi masa depan nanti,
dimana ketika apa yang telah terjadi dan dikatakan bisa luput dan dilupakan,
namun dengan tulisan, akan selalu tetap membekas.
Sebelumnya, mungkin para pembaca
yang budiman akan sedkit terganjal ketika membaca catatan saya sekarang, beda
halnya dengan tempo hari yang telah lalu, bahasa yang digunakan kali ini
sedikit agak baku dan mungkin tidak se-alay dulu. Meskipun
begitu dengan sangat tidak mengurangi rasa hormat semoga tidak menggangu
kenyamanan para pembaca dalam menelaah, mengkaji atau memahami catatan iseng
saya ini.
Oke, langsung saja.. pada catatan
kali ini sesuai dengan judul, saya akan membahas tentang pendidikan dan
paradigma, dimana pada era modern ini banyak diantara rekan-rekan kita yang
salah menafsirkan apa itu arti sebuah pendidikan. Sebenarnya tidak ada yang
benar dan yang salah dalam kasus ini, semuanya itu bisa terjadi karena
adanya perbedaan pola fikir, mindset, dan paradigma dari
setiap orang tersebut, kearah mana mereka berfikir dan apa tujuan akhir yang
ingin dicapai.
Ditempat saya dilahirkan dan dibesarkan
(entah jika ditempat lain) banyak orang yang memang membuat saya geli dengan
alur pemikirannya, mungkin dikarenakan pergaulan atau mungkin juga mereka
memiliki visi misi dan tujuan yang jelas berbeda dengan saya. Saya tidak men-judge bahwa
pemikiran mereka itu salah, dan saya yang paling benar, namun disini saya hanya
berpendapat dan menemukan dimana letak titik perbedaanya. Saya, disini juga
hanyalah seorang yang sedang mencari ilmu dan sangat tidak mungkin luput dari
yang namanya kesalahan, setiap hari, jam, menit bahkan detik kesalahan selalu
menghampiri, dan darisitulah saya belajar dan mengetahui mana yang benar.
Berbekal dengan kemampuan,
pengetahuan yang amat sangat terbatas hanya saja ada modal keinginan yang
besar, saya akan mencoba untuk menuangkan secangkir pemikiran yang dihasilkan
dari kepala anak kemarin sore yang selalu dituntun oleh pengalaman dalam
kehidupannya.
Orientasi pendidikan dewasa ini
sering disalah artikan, yang tadinya memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan
membuat seseorang ‘tidak bisa menjadi bisa’ beralih menjadi suatu komersialisme
dengan nilai sebagai parameter prestasi. Padahal, nilai adalah suatu reward yang
diberikan kepada peserta didik jika peserta didik tersebut telah mencapai
kompetensi yang menjadi tujuan, dan bukan tujuan utama dari
pendidikan atau pembelajaran. Seringkali, para peserta didik selalu menganggap
bahwa nilai adalah suatu indikator yang menjadi parameter keberhasilan dalam
belajarnya, dan mengabaikan unsur-unsur terhadap materi yang disampaikan dalam
pembelajaran. Imbasnya, para materi pelajaran yang telah lalu dan terlewat
tidak dapat diingat dengan baik. Jangankan untuk mengimplementasikannya dalam
keseharian, untuk mengingatnyapun butuh waktu dalam mempelajarinya kembali.
Sesederha dan sependek itukah arti penting dari suatu ilmu?? Yang hakikatnya
bahwa ilmu adalah suatu fondasi membangun kualitas personal. Jika
paradigma kebanyakan orang telah ternodai oleh asumsi seperti itu, tak heran
dalam lingkup kerja atau profesi, mereka tidak bekerja secara profesional,
hanya bekerja ala kadarnya dan pura-pura baik ketika dihadapan atasan serta
bertujuan hanya untuk mendapatkan harta atau materi semata, guna memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Contoh diatas, hanyalah sebagian
kecil dari maraknya realita yang terjadi baik itu di lingkungan sekitar atau di
tempat antah brantah dimanapun itu. Pada skala kecil, mungkin masih bisa kita
toleran dan diluruskan kembali agar tidak menjadi kebiasaan. Namun ketika
kebiasaan tersebut telah menjadi tradisi dan bahkan membudaya, inilah yang
harus diwaspadai. Bekal mereka dan pengalaman mereka saat kecil akan dibawa
pada kehidupannya, dan mau tak mau atau sadar tak sadar mereka akan menurunkan
kepada anak cucunya secara terus menerus dalam berbagai generasi, sudah dapat
ditebak bagaimana generasi penerus kelak jika bibitnya sudah seperti ini.
Melihat maraknya kasus yang terjadi
seperti diatas, tak heran jika di jaman yang serba awut-awutan ini banyak orang
yang memiliki paradigma atau pemikiran bahwa kuliah itu untuk bekerja dan untuk
mendapatkan uang, bahkan beberapa diantara mereka memandang remeh tentang arti
pentingnya pendidikan dan memiliki pemikiran bahwa ‘untuk apa kuliah, toh
ujung-ujungnya kan kalian para lulusan perkuliahan pasti nyari kerja juga,
mendingan kita nyari kerja sedini mungkin saja’. Hal itulah yang sering saya
dengan ketika saya sedang berada dilingkungan yang notabene tingkat
pendidikannya dibawah rata-rata. Mohon maaf sekali ini bukan tentang materi
atau kemampuan untuk membayar biaya pendidikan, saya yakin disini para pembaca
pasti sanggup merogoh kocek untuk membayar estimasi biaya pendidikan, namun
disini yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana paradigma dan pola
pikir terutama para orang tua agar bisa mengerti bahwa pendidikan tinggi itu
penting dan bukan semata hanya untuk mengejar sebuah pekerjaan semata.
Pada dasarnya memang, kuliah itu
agar dapat berkecimpung dalam bidang perkerjaan yang digeluti semasa kuliahnya,
dan ujung-ujungnya juga untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup. Namun, bukan
berarti tujuan utama kuliah itu adalah semata agar dengan mudah bisa
mendapatkan uang secara cepat dan juga dengan nominal yang cukup tinggi.
Kebanyakan para orang tua mendongkrak semangat anak-anaknya untuk berkuliah
adalah dengan alasan bahwa nanti setelah kuliah itu nyari duitnya gampang
jabatan langsung diatas dan lain sebagainya. Padahal, esensi yang sebenarnya
dalam menjalani perkuliahan bukanlah seperti itu, hanya pikiran mereka yang
terbuka atau open mindset dalam perkuliahan yang bisa
mendapatkan makna dari perkuliahan tersebut.
Perbedaan status perguruan tinggi
pun kini menjadi permasalahan baru bagi para pelajar yang akan melajutkan ke
jenjang pendidikan tinggi. Kampus bonavit, negeri dan terkenal cenderung lebih
cepet dapet kerja katanya. Padahal jika ditinjau lebih jauh
lagi, esensi berpendidikan tinggi itu adalah untuk menyusun mindset seseorang
agar bisa menjadi contoh atau panutan, sehingga bisa menjadi inspirator bagi
orang lain dan menciptakan inovasi baru dan bukan malah bergerombol
mengumpulkan ijzah ke setiap perusahaan, instansi atau instuisi. Udah kaya
bungkus gorengan aja tuh ijazah yang susah payah didapetin dengan jangka waktu
bertahun-tahun.
Status perguruan tinggi menjadi
acuan dan parameter sejauh mana kualitas peserta didiknya bisa dipertanggung
jawabkan, dengan catatan peserta didik tersebut telah berhasil
memiliki konsep open mindset. Diluar itu, semua status
mahasiswa diperguruan tinggi manapun swasta ataupun negeri semua sama, mereka
tidak dapat dibedakan kecuali dari alur pemikiran mereka yang mereka dapatkan
dari pengalaman diperguruan tinggi yang ditempati.
Disinilah letak perbedaan
antara mahasiswa sungguhan dan mahasiswa status
semata, yang akan mencetak lulusan yang sebenarnya dan
lulusan seadanya. Bagi mereka yang memang bersungguh-sungguh
mendapatkan esensi dari pendidikan tinggi, mereka berfikir bahwa mereka
melakukan studi di perguruan tinggi untuk mencetak pemikiran bagaimana caranya
menjadi insan yang berkualitas, dan disamping itu mereka membentuk pola fikir
yang sistematis sehingga dapat memecahkan persoalan-persoalan yang tidak bisa
dipecahkan oleh orang yang non-lulusan pendidikan tinggi. Oleh karena itu dalam
tugas akhir di pendidikan tinggi harus menyusun karya tulis ilmiah yang
sistematis dan didalamnya terdapat kerangka fikir, semua itu agar para lulusan
pendidikan tinggi dapat memiliki pemikirian yang penuh dengan inovasi.
Jadi, memang merupakan suatu hal
yang wajar terdapat paradigma yang jauh berbeda antara mereka yang open
mindset dan close mindset terkait permasalahan
pendidikan tinggi. Mereka yang tidak pernah berfikir kedalam koridor yang
menjadi pemikiran para lulusan pendidikan tinggi, hanya berfikir bahwa
mengenyam pendidikan tinggi itu adalah semata hanya untuk mencari kerja dan
kedudukan, namun pada prinsipnya itu semua hanya reward yang
akan didapat jika lulusan penddidikan tersebut berhasil meng-upgrade kualitas
dirinya (upgrading human resources) dan bukan tujuan utama.
Para lulusan pendidikan tinggi yang benar memiliki kualitas yang dapat
dipertanggung jawabkan tidak perlu bersusah payah mencari perkerjaan yang
didambakan, dengan menunjukan kualitasnya saja pun pekerjaan akan menyerbu
datang menghampiri. Seperti itulah seharusnya para lulusan pendidikan tinggi
itu berperan, bukan malah bergerombol menggadaikan ijazahnya. Sehingga
tidak akan pernah ada selentingan kata bahwa “percuma kuliah
tinggi-tinggi kalau nyatanya hanya jadi ini atau itulah pekerjaanya”. Sebenarnya,
para lulusan pendidikan tinggi yang tidak bertanggung jawablah yang mencoreng
dan menjatuhkan nama pendidikan tinggi, bukan mereka yang
tidak mau bersekolah tinggi atau mereka yang para pengusaha yang tidak butuh
pendidikan tinggi.
“percayalah, akan selalu ada
perbedaan diantara mereka yang pernah mengenyam pendidikan tinggi dan tidak
dalam paradigma pemikirannya, bukan tentang pekerjaan, materi atau kedudukan.
Tapi ini tentang kenapa pendapat mereka selalu bertentangan. (Joy).
Mungkin, cukup sekian post kali
ini.. mohon maaf sekali jika konten didalamnya semrawut dan sangat sekali
kurang bermakna padat, ini semua dikarenakan pengalaman yang minim dan teknik
tatacara penulisan yang kurang baik, karena jam terbang yang masih tergolong newbie. Oleh
karena itu sangat diapresiasikan sekali untuk kritik dan saran yang bersifat
membangun guna dapat lebih membuat nyaman para pengunjung, agar renyah dalam
mengkonsumsi bacaan yang telah disajikan.
Isi catatan ini sungguh tidak ada
sediktpun menyinggung atau dengan sengaja mendiskriminasikan suatu
kaum atau pihak, ini semua saya tulis hanya semata untuk menuangkan pemikiran
yang terdapat pada benak saya, meski memang pengetahuan saat ini masih minim
sekali, namun, semoga catatan ini bisa bermanfaat, memotivasi, memberikan
inovasi atau setidaknya sedikit menghibur para pembaca yang budiman.
Terimakasih dan sampai berjumpa
kembali. J
0 komentar:
Posting Komentar