Sabtu, 25 Januari 2014

Maja-Ku Desa-Ku, Maja-Ku Kota-Ku


Selamat berjumpa kembali para pembaca blog setia ku yang budiman, (walau aku tau emang udah pada berkurang sih para pembacanya, bahkan mungkin udah ga ada satupun yang baca lagi blog aku, L). Aku ngerti dan aku tau itu semua yaa gak lebih dikarenakan aku sendiri yang jarang muncul di garis khayal, heheee.. kendati demikian aku akan memulai kembali menulis dan mengarang indah guna menghiasi catatan yang telah usang ini.. Meskipun blog ini jarang dibuka, jarang dikelola dan mungkin sekarang udah penuh banget sama sarang laba-laba, tikus dan kawan-kawannya, bahkan gelandangan juga udah berserakandi blog aku, namun aku akan berusaha menghidupkan kembali blog ini. Semoga sangat berguna dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Yupps selamat membaca, dengan judul yang pertama yaitu “Maja-Ku Desa-Ku, Maja-Kota-Ku”…

Kecamatan Maja tepatnya Desa Maja Selatan adalah salah satu wilayah yang terdapat di Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Tempat yang akrab disebut kota angin ini merupakan dataran yang memiliki letak astronomis 108 12’ - 108 25’ BT, 64 3’ - 703’ LS dan memiliki luas wilayah + 1.204,24 Km2 dengan jumlah penduduk 1.235.796 jiwa. Adapun batas dari kabupaten Majalengka yaitu sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Indramayu, sebelah selatan Kabupaten Ciamis, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sumedang dan sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Cirebon. Wilayah administrasinya mencakup 26 kecamatan, 13 kelurahan, dan 323 Desa, termasuk kampung halamanku didalamnya yaitu Desa Maja Selatan.
Desa Maja Selatan merupakan salah satu desa yang terdapat pada kaki gunung ciremai. Dulu, Maja merupakan tempat yang indah, sejuk, damai, indah nan permai. Seperti halnya keadaan desa pada umumnya, penduduk Desa Maja mayoritas bertani dan berkebun, pohon pohon indah nan rindang hiasi sepanjang jalan utama. Saat pagi menjelang matahari terbit embun turun tuk basahi jalanan desa, sampai-sampai untuk mandi subuhpun enggan karena udaranya yang teramat dingin. Pesawahan yang membentang menjadi teman untuk temani siang habiskan waktu sampai sore menjelang. Jika adzan maghrib berkumandang, anak-anak pergi mengaji, setiap pintu rumah selalu ada satu-dua anak keluar dengan pakaian koko lengkap dengan sarung dan peci serta tas yang digendongnya, kegiatan itu berlangsung sampai setelah isya.
Ketika mentari datang menyapa tuk tunjukkan sinarnya, anak-anak sekolah riang gembira bergerombol saling sapa dijalanan karena pada saat itu mayoritas anak sekolah menggunakan sepatu alias jalan kaki untuk berangkat menuju sekolah (kecuali mereka yang berjarak tempuh cukup jauh, terpaksa menggunakan kendaraan umum. Gak mungkin juga kan mereka berangkat dari rumah setalah tahrim atau pukul tiga dini hari agar enggak telat masuk sekolah). Jalanan gang dipenuhi warna warni seragam serentak dari mulai warna putih merah, putih biru sampai putih abu abu, sangat anggun bukan??? Namun sayang semuanya hanya tinggal kenangan.
Kini, desa maja telah penat dengan hiruk pikuk kendaraan, polusi dimana-mana, cecunguk besi (baca kendaraan bermotor) tergeletak disetiap mata memandang.. sampai sampai ketika mentari menyapa ramah dengan sinarnya, masyarakat sudah acuh tak peduli lagi, mereka sibuk dengan kepenatan dan aktivitas so-ngota nya. Gang-gang kecil yang dulu selalu penuh dibanjiri oleh warna warni seragam sekolah, kini sepi seakan tak berpenghuni. Hanya kerikil-kerikil tajam dan kecil yang sapa para pejalan kaki yang selalu mengutuk hari dan nasibnya. Kemanakah mereka yang dulu selalu penuhi jalanan ini?? apa sudah tak sudikah merekan memijakkan kakinya kembali pada jalanan kecil ini?! jalanan yang dulu selalu temani langkah kakinya dalam menuntut ilmu, kini jalanan itu hanya menjadi saksi bisu kehidupan dulu kala, yang entah mungkin sudah tidak ada lagi yang mengingatnya dan memperhatikannya.
Disana, dijalanan besar yang telah dibangun dengan angkuhnya, terkapar puluhan mesin dengan roda empat dan terdapat seseorang berseragam yang sedang duduk garang mengutuk kemacetan yang terjadi. Ratusan kendaraan bermotor selalu penuhi jalanan depan rumah, sudah tak dapat dipungkiri bukan sinar mentari lagi yang temani pagi ketika mereka hendak menyonsong jendela dunia, namun kemacetan suara deru dan kelakson kendaraanlah yang menjadi teman sepermainannya.
Pembangunan terjadi dimana-mana, kini sawah permai yang dulu selalu memanjakan mata berubah menjadi seonggok bangunan yang penuh akan misteri. Indah lambaian dedaunan pohon yang sejukan hari kini telah menjadi bahu jalan yang berdiri kokoh tuk sandaran para pengendara bermotor yang terjebak kemacetan. Aaahhh sudahlah, tempat ini rasanya sudah tak layak lagi untuk kuceritakan.. apa bedanya dengan gosip bencana kota-kota besar disana??? Begitu juga tempat ini, mungkin hanya tinggal menunggu waktu, jika semua ini tak ada yang menghentikan.
Maja-Ku dulu, tak seperti Maja-Ku sekarang……dan ia hanyalah tinggal kenangan……

2 komentar:

Posting Komentar

 
;