Selamat berjumpa
kembali para pembaca blog setia ku yang budiman, (walau aku tau emang udah pada
berkurang sih para pembacanya, bahkan mungkin udah ga ada satupun yang baca
lagi blog aku, L). Aku ngerti dan aku tau itu semua yaa gak lebih
dikarenakan aku sendiri yang jarang muncul di garis khayal, heheee.. kendati
demikian aku akan memulai kembali menulis dan mengarang indah guna menghiasi
catatan yang telah usang ini.. Meskipun blog ini jarang dibuka, jarang dikelola
dan mungkin sekarang udah penuh banget sama sarang laba-laba, tikus dan
kawan-kawannya, bahkan gelandangan juga udah berserakandi blog aku, namun aku
akan berusaha menghidupkan kembali blog ini. Semoga sangat berguna dan bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Yupps selamat membaca,
dengan judul yang pertama yaitu “Maja-Ku Desa-Ku, Maja-Kota-Ku”…
Kecamatan Maja
tepatnya Desa Maja Selatan adalah salah satu wilayah yang terdapat di Kabupaten
Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Tempat yang akrab disebut kota angin ini
merupakan dataran yang memiliki letak astronomis 108 12’ - 108 25’ BT, 64 3’ -
703’ LS dan memiliki luas wilayah + 1.204,24 Km2 dengan
jumlah penduduk 1.235.796 jiwa. Adapun batas dari kabupaten Majalengka yaitu
sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Indramayu, sebelah selatan Kabupaten
Ciamis, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sumedang dan sebelah timur
berbatasan dengan kabupaten Cirebon. Wilayah administrasinya mencakup 26
kecamatan, 13 kelurahan, dan 323 Desa, termasuk kampung halamanku didalamnya
yaitu Desa Maja Selatan.
Desa Maja Selatan
merupakan salah satu desa yang terdapat pada kaki gunung ciremai. Dulu, Maja
merupakan tempat yang indah, sejuk, damai, indah nan permai. Seperti halnya
keadaan desa pada umumnya, penduduk Desa Maja mayoritas bertani dan berkebun,
pohon pohon indah nan rindang hiasi sepanjang jalan utama. Saat pagi menjelang
matahari terbit embun turun tuk basahi jalanan desa, sampai-sampai untuk mandi
subuhpun enggan karena udaranya yang teramat dingin. Pesawahan yang membentang
menjadi teman untuk temani siang habiskan waktu sampai sore menjelang. Jika
adzan maghrib berkumandang, anak-anak pergi mengaji, setiap pintu rumah selalu
ada satu-dua anak keluar dengan pakaian koko lengkap dengan sarung dan peci
serta tas yang digendongnya, kegiatan itu berlangsung sampai setelah isya.
Ketika mentari
datang menyapa tuk tunjukkan sinarnya, anak-anak sekolah riang gembira
bergerombol saling sapa dijalanan karena pada saat itu mayoritas anak sekolah
menggunakan sepatu alias jalan kaki untuk berangkat menuju sekolah (kecuali
mereka yang berjarak tempuh cukup jauh, terpaksa menggunakan kendaraan umum.
Gak mungkin juga kan mereka berangkat dari rumah setalah tahrim atau pukul tiga
dini hari agar enggak telat masuk sekolah). Jalanan gang dipenuhi warna warni
seragam serentak dari mulai warna putih merah, putih biru sampai putih abu abu,
sangat anggun bukan??? Namun sayang semuanya hanya tinggal kenangan.
Kini, desa maja
telah penat dengan hiruk pikuk kendaraan, polusi dimana-mana, cecunguk besi
(baca kendaraan bermotor) tergeletak disetiap mata memandang.. sampai sampai
ketika mentari menyapa ramah dengan sinarnya, masyarakat sudah acuh tak peduli
lagi, mereka sibuk dengan kepenatan dan aktivitas so-ngota nya.
Gang-gang kecil yang dulu selalu penuh dibanjiri oleh warna warni seragam
sekolah, kini sepi seakan tak berpenghuni. Hanya kerikil-kerikil tajam dan
kecil yang sapa para pejalan kaki yang selalu mengutuk hari dan nasibnya.
Kemanakah mereka yang dulu selalu penuhi jalanan ini?? apa sudah tak sudikah
merekan memijakkan kakinya kembali pada jalanan kecil ini?! jalanan yang dulu
selalu temani langkah kakinya dalam menuntut ilmu, kini jalanan itu hanya
menjadi saksi bisu kehidupan dulu kala, yang entah mungkin sudah tidak ada lagi
yang mengingatnya dan memperhatikannya.
Disana, dijalanan
besar yang telah dibangun dengan angkuhnya, terkapar puluhan mesin dengan roda
empat dan terdapat seseorang berseragam yang sedang duduk garang mengutuk
kemacetan yang terjadi. Ratusan kendaraan bermotor selalu penuhi jalanan depan
rumah, sudah tak dapat dipungkiri bukan sinar mentari lagi yang temani pagi
ketika mereka hendak menyonsong jendela dunia, namun kemacetan suara deru dan
kelakson kendaraanlah yang menjadi teman sepermainannya.
Pembangunan
terjadi dimana-mana, kini sawah permai yang dulu selalu memanjakan mata berubah
menjadi seonggok bangunan yang penuh akan misteri. Indah lambaian dedaunan
pohon yang sejukan hari kini telah menjadi bahu jalan yang berdiri kokoh tuk
sandaran para pengendara bermotor yang terjebak kemacetan. Aaahhh sudahlah,
tempat ini rasanya sudah tak layak lagi untuk kuceritakan.. apa bedanya dengan
gosip bencana kota-kota besar disana??? Begitu juga tempat ini, mungkin hanya
tinggal menunggu waktu, jika semua ini tak ada yang menghentikan.
Maja-Ku dulu, tak
seperti Maja-Ku sekarang……dan ia hanyalah tinggal kenangan……
2 komentar:
ulluuuuuuh :'(
aaaapaaaa....
Posting Komentar